Bersama Dalam Keberagaman Bukan Hanya Wacana
Seputarjateng.Com, Solo - Jaringan Lingkar Nusantara menggelar Temu Ormas dan Dialog Publik dengan tema "Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman" mengundang Ormas Bersama Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Soloraya. Bertempat di RM Dapur Ndeso Nogiri Mangkubumen Solo. Minggu (20/11/2016).
Acara berlangsung pukul 09.00 s/d 12.00 WIB, dihadiri peserta sekitar 126 orang yang merupakan Perwakilan Ormas seperti Nahdlatul Ulama', Muhammadiyah, Front Pembela Islam (FPI), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII, Shollehudin, MA ( Ahmadiyah ), Aktifis Kristen, Aktifis Katholik serta Mahasiswa dan Pelajar. undangan 126 orang.
"Menjaga dan merawat kebersamaan, kebhinekaan, sebagai peninggalan nilai luhur para pendiri bangsa, sebagi masyarakat Solo diharapkan selalu menjaga keberagaman sosial, budaya, politik, sebagai sarana interaksi hubungan elemen ormas," sambutan Fadel Moubarokh, Ketua Panitia saat pembukaan acara.
Kita senantiasa diharapkan untuk tetap menjaga perbedaan, lanjut Fadel, karena perbedaan sesungguhnya sebuah kekayaan yang wajib kita pelihara, biarkan yang beda tetap berbeda, jangan paksakan perbedaan untuk menjadi sama.
Acara berlangsung pukul 09.00 s/d 12.00 WIB, dihadiri peserta sekitar 126 orang yang merupakan Perwakilan Ormas seperti Nahdlatul Ulama', Muhammadiyah, Front Pembela Islam (FPI), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII, Shollehudin, MA ( Ahmadiyah ), Aktifis Kristen, Aktifis Katholik serta Mahasiswa dan Pelajar. undangan 126 orang.
"Menjaga dan merawat kebersamaan, kebhinekaan, sebagai peninggalan nilai luhur para pendiri bangsa, sebagi masyarakat Solo diharapkan selalu menjaga keberagaman sosial, budaya, politik, sebagai sarana interaksi hubungan elemen ormas," sambutan Fadel Moubarokh, Ketua Panitia saat pembukaan acara.
Kita senantiasa diharapkan untuk tetap menjaga perbedaan, lanjut Fadel, karena perbedaan sesungguhnya sebuah kekayaan yang wajib kita pelihara, biarkan yang beda tetap berbeda, jangan paksakan perbedaan untuk menjadi sama.
Dr. KH Abdul Matin (Wakil Rois Syuriah PCNU Sukoharjo) dalam pemaparan materinya menyampaikan di dalam peta dari Sabang sampai Merauke ini terdiri dari beberapa suku dan budaya, jadi bicara Indonesia tentunya bicara tentang perbedaan, sementara kita ini hanya satu negara dan satu pemerintahan, sdengan satu Presiden.
"Bila kita persempit lagi, kita bicara soal Solo, di solo ini dalam islam saja menurut Andre peneliti asal Jerman dia menemukan 109 farian kelompok, maka kalau kita bicara islam dalam sejarah di tuliskan dibawa oleh para pedagang asal gujarat, namun sebelumnya islam sudah ada dan berkembang di sepanjang garis pantai," paparnya.
Dari perkembangan penyebarannya dilalui dengan cara, tambah KH. Abdul Matin, diantaranya Pembauran bahasa, Perdagangan, Perkawinan dengan pribumi dan Budaya. Bisa diambil contoh dalam kebudayaan sebagai bentuk toleransi umat islam di Kudus sejak jaman para wali sampai hari ini tidak ditemukan tradisi menyembelih hewan sapi sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya hindu,.
"Kita lihat di daerah Borobudur, kita umat islam memandang sebagai bentuk penghormatan bagi umat budha, di daerah prambanan candi masih dibiarkan bukan dihancurkan, itu semua sebagai bentuk kearifan lokal sesama tokoh pada masa itu, pada masa itu jogjakarta sebagai pusat perkembangan islam di daerah hindu," terangnya
Sedangkan Ustadz M Syukur FPI Solo, menyampaikan bahwa di setiap agama pasti diajarkan dalam mengajak dalam hal kebaikan, terpuji dan mulia, keberagaman, toleransi, sebagai bentuk kearifan dalam hal menahan diri. Tasamuh bisa diartikan sebagai bentuk toleransi terbentuknya NKRI ini yang tentunya kita berkewajiban merawat dan menjaganya, Islam ruhnya adalah Toleransi.
"Sebagai umat islam harus lebih dekat dengan al qur'an dan hadist supaya kita lebih bisa memahami ajaran islam yang toleran, kalau saat ini kita melihat kampus dan masjid sebagai kantong - kantong umat, kita melihat masjid - masjid yang dikuasai kelompok - kelompok tertentu, kalau seseorang melakukan pembunuhan maka dia akan jauh dari baunya syurga, maka kalau di dalam diri orang islam melakukan hal itu sesungguhnya itu sangat jauh dari ruh islam itu sendiri, sebenarnya saat ini yang berbahaya adalah perbecahan di masing-masing interen agama, bila ada makmum keluar dari masjid karena menganggap imam sholatnya tidak syah karena tidak sama dengan dia,"paparnya.
Jaka Wuryanta, S.H (Wakil Ketua Pengurus Wilayah LDII Jawa Tengah) alam pandangan beliau sebagai tokoh agama dan anggota DPRD beliau menyampaikan dengan menukil sebuah ayat, barang siapa seseorang ingin sukses di akhirat tentu ada ilmunya, bila seseorang ingin sukses di dunia tentu ada ilmunya, bila dia ingin sukse kedua - duanya maka itupun ada ilmunya.
"Sebagai makhluk sosial, tentunya kita tidak bisa hidup sendiri-sendiri, berbahagialah kita ini bangsa indonesia diwarisi para leluhur pendiri bangsa ini pancasila dan UUD 45 sebagai pemersatu perbedaan yang ada diantara kita, begitu banyak perbedaan dalam masyarakat kita namun dengan norma sosial atau konsensus semua perbedaan itu bisa diselesaikan dengan cara - cara musyawarah yang tentunya tanpa meninggalkan norma - norma karifan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa ini, dalam berbagai kunjungan kerja saya kebeberapa daerah sering saya berinteraksi dengan berbagai tokoh agama selain islam." paparmya.
Menjaga kebersamaan dalam keberagaman saya gambarkan dengan seringnya saya bertemu berbagai tokoh non muslim dimanado, tomohon sulawesi utara, saya mendapatkan sebuah cerita bila umat islam melaksanakan sholat ied, maka orang kristen menjaga sholat ied tersebut, apabila umat kristen melaksanakan ibadah natal maka umat islam bergantian menjaga jalanya ibadah natal, pada hari natal pertama orang islam diundang pada perayaan natal, karena umat kristen memasak menu halal yang tidak mengandung daging babi. lamjutnya.
"Maka kita harus menjaga konsesus kebaragaman ini sebagai sebuah warisan leluhur para pendahulu kita." tegasnya
"Saya ini aktifis kemanusian yang ditugaskan dari gereja, jadi kalau sudah bicara aksi sosial berarti hilang sudah tentang asal saya dari gereja namun semua itu sudah melebur menjadi sebuah bentuk aksi sosial, saya mulai aktif sejak 98 waktu solo terjadi kerusuhan, pekerja sosial itu mengankat nilai - nilai kebersamaan, sebenarnya menghilangkan perbedaan yang ada, dalam kegiatan aksi sosial kami merasa perbedaan latar belakang agama ini tidak ada, kami sangat menikmati kebersamaan dalam perbedaan ini, saya menyampaikan sangat sepakat bila kita melakukan aksi sosial bersama sama seluruh unsur masyarakat, semisal diawali dengan diselenggarakan kemah bersama di bantaran sungai bengawan solo di kampung sewu dan di barengi dengan aksi sosial bersama-sama," papar Drs Joko Supriyanto Koordinator Lekas GKJ Klasis Surakarta. - ian
Tidak ada komentar