Banyak Hotel Akan Segera Bangkrut !
Bicky Sumarsono |
Seputarjateng.Com - Tren investasi di bisnis jasa perhotelan tumbuh signifikan, sejalan dengan perkembangan lifestyle konsumen, yang mempengaruhi kondisi pasar.
“Saat ini jaman sudah berubah, keinginan dan kebutuhan kastamer pun ikut berubah jadi pasar perhotelan pun ikut berubah,” papr Dicky Sumarsono, Master Hotel Indonesia, ketika di hubungi melalui selulernya. Rabu (5/10/2016)
Sehingga, menurutnya, apabila cara menjual produk hotel tidak berubah maka akan ditinggalkan. Sementara banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi di landscape bisnis dunia perhotelan.
“Saya melakukan revolusi bisnis hotel,” tegas Dicky
Bahwa dengan adanya perubahan ini cara hotel memberikan kepuasan, cara melayani para pelanggannya serta cara menjual produknya pun harus berubah. Merupakan bentuk revolusi yang harus dilakukan.
Dan, indikator perubahan itu bisa dilihat dari antara lain, kalau dulu orang tidak begitu sensitif terhadap harga, saat ini mereka sangat sensitif terhadap harga, sehingga banyak sekali kastemer yang berpindah ke lain hati atau ke hotel lain disaat last minute.
“Sudah deal di hotel A dan kemudian pindah ke hotel B dalam waktu dadakan sekali,” jelasnya.
Vila Lebih Dibutuhkan Di Bali
Sekarang saja di Bali, hotel yang benar-benar hotel mengalami penurunan okupansi secara signifikan, yang justru meningkat adalah vila, dimana okupansinya terus menanjak, bisa mencapai 80 persen. Terjadi akibat pola yang berubah dari kastamer.
Sekarang saja di Bali, hotel yang benar-benar hotel mengalami penurunan okupansi secara signifikan, yang justru meningkat adalah vila, dimana okupansinya terus menanjak, bisa mencapai 80 persen. Terjadi akibat pola yang berubah dari kastamer.
Biasanya mereka di Bali menginap di hotel, kini mereka lebih memilih menginap di vila. Praktis hotel okupansinya drop, dan ini juga merupakan indikator. Sementara yang dulu online travel agen dikuasai oleh Agoda, sekarang Agoda nomor tiga, orang lebih percaya menggunakan Traveloka setelah itu Booking.Com.
“Dari indikator perubahan tersebut, maka saya membuat seminar Revolusi Bisnis Hotel,” kata Dicky.
Karena saya pingin sharing, lanjut Dicky, kepada calon dan pengusaha hotel juga top eksekutif pengelola hotel supaya semakin tahu, bahwa saat ini peta bisnisnya sudah berubah, maka kita pun harus berubah dalam menjual produk hotel mulai dari strategi harganya, strategi marketingnya hingga sampai pada kemasan-kemasan yang harus diperhatikan.
Saat ini untuk pengembangan hotel baru, yang dituju adalah membangun hotel dengan cepat dalam waktu kurang dari 6 bulan, dan balik modalnya juga harus cepat, minimal kurang dari 5 tahun. Nah itu yang disebut dengan revolusi bisnis hotel ketika kita ingin membangun hotel.
“Tetapi kalau yang sudah punya hotel, harus melakukan atau membuat bisnis model baru, kalau tidak punya bisnis model baru, coba aja lihat di Solo hotel semakin banyak, semakin krodit, okupansi semakin menurun,” terang Dicky
Sementara mereka yang memiliki hotel dengan menciptakan bisnis model yang baru pula, terus mengalami peningkatan okupansinya.
Namun, bagi calon pemilik hotel jangan sekali-kali bikin hotel terlalu besar dengan investasi yang besar didaerah yang market sizenya tidak terlalu besar, karena akan mengalami banyak sekali turbulance di bisnis hotel yang sampai bertahun-tahun, untuk pengembalian modalnya.
“Seperti di kota Solo saat ini, untuk bintang empat saya prediksi untuk balik modal bisa diatas 15 tahun. Makanya saya mengajak untuk smart dalam berinvestasi hotel yakni membangun hotelnya tidak lebih dari enam bulan dan BEP nya gak sampai lima tahun,” tambah Dicky.
Daerah Potensi Smart Investasi Hotel
Ditambahkan Dicky, untuk daerah yang potensial untuk membangun smart investasi hotel ini, bisa di seluruh wilayah di Indonesia. Namun demikian yang dilakukan Dicky saat ini, fokus ke second city, kota kedua dan kota ketiga atau sekelas kabupaten.
“Saya tidak lagi melihat kota-kota besar, kota-kota nomer satu sekarang sudah krodit,” tegasnya.
Kota kedua dan ketiga, menurutnya, lebih berpotensi disamping belum banyak persaingan, akan tetapi kebutuhan akan akomodasi didua daerah tersebut trennya selalu meningkat.
Dimana ada kegiatan di daerah tersebut dari Muspida koordinator yang intensif dilakukan. Selain sejumlah infrastruktur pendukung lain seperti rumah sakit dan industri atau minimal ada pabrik dikota atau kabupaten sebagai syarat mutlak yang minimal dipenuhi untuk pendirian hotel.
“Banyaknya aktivitas yang dilakukan pabrik, pasti membutuhkan akomodasi, dan itu menjadi peluang bisnis hotel,” papar Dicky. – ian
Tidak ada komentar