Cukai Rokok Dinaikkan, PHK Massal Bakal Terjadi
Jutaan pekerja di pabrik rokok terancam terkena PHK massal bila harga cukai dinaikan |
Seputarjateng.Com – Bila harga cukai rokok benar-benar dinaikkan oleh pemerintah, maka pemutusan hubungan kerja alias PHK besar-besaran akan terjadi. Dan, pabrik cerutu pun diperkirakan banyak yang tutup karena bangkrut.
Hal itu diungkapkan anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo. Rencana pemerintah yang ingin menaikan harga cukai rokok ini pun mendapat protes keras dari wakil rakyat di Senayan. Karena menaikkan harga cukai akan mengakibatkan banyak pabrik rokok tutup karena bangkrut.
Kata Firman, penutupan pabrik akan diikuti pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. “(Tenaga kerja) industri pertembakauan mencapai 6 juta orang. Ini belum termasuk petani, yang jumlahnya 9 juta orang. Kalau dari 6 juta itu, 1 orangnya menghidupi 3 sampai 5 orang, bayangkan berapa juta rakyat Indonesia yang akan menjadi miskin,” tegasnya.
Saat dikonfirmasi wartawan, Senin (03/10/2016), politisi Partai Golkar ini menandaskan, dirinya sangat berharap, pemerintah jangan sampai didikte oleh pihak mana pun. “Kita juga harus membandingkan penghasilan per kapita Indonesia dengan negara-negara yang menginginkan kenaikan rokok itu. Berapa di kita dan berapa di mereka penghasilan per kapitanya,” paparnya.
Tukas Firman, kalau di mereka, pendapatan per kapita per orangnya tinggi. “Beli rokok 50 ribu juga pasti tidak masalah. Ini yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah,” cetus Firman.
Oleh karenanya, Firman meminta pemerintah tidak gegabah mengambil keputusan atau pun menerbitkan sebuah kebijakan. “Pemerintah harus benar-benar mengkaji dan mendalaminya terlebih dahulu,” tandas dia.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh P. Daulay. Politisi PAN ini menolak rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 10,54 persen.
“Ada banyak faktor yang mungkin dipertimbangkan pemerintah. Termasuk, menghindari dampak meningkatnya pengangguran di sektor industri rokok akibat kenaikan cukui yang memberatkan. Mungkin itulah yang menyebabkan kenaikan cukai tidak bisa terlalu tinggi,” Saleh di Gedung DPR, Jakarta, Senin (03/10) menyatakan.
Menurut Saleh, untuk mengurangi jumlah perokok, sebaiknya pemerintah terus mengkampanyekan anti-rokok di masyarakat sehingga ada kesadaran yang tumbuh terhadap kesehatan. “Kampanye anti-rokok tidak hanya kepada para perokok. Malah kampanye itu proporsinya lebih besar diarahkan pada anak-anak muda yang belum merokok.
Selama ini, kampanye pada perokok telah banyak dilakukan. Hasilnya belum memuaskan. Karena itu, perlu upaya keras agar tidak muncul perokok-perokok baru,” beber mantan pimpinan Komisi VIII DPR ini.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat membantu industri rokok untuk memasarkan produksinya di luar negeri. “Kalau produksinya untuk dijual di negara lain, tentu tidak masalah. Setidaknya, tidak masalah bagi kita di Indonesia. Yang mengkhawatirkan, produksi semakin banyak tetapi dijual dan dikonsumsi di Indonesia,” Saleh berucap.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati akan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147/PMK/.010/2016. PMK ini berisikan ketentuan kenaikan tarif cukai tertinggi sebesar 13,46 persen untuk jenis tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) dan terendah adalah 0 persen untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB, dengan kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen. - thejak
Tax Amnesty Indonesia Jauh di Atas pencapaian Negara Lain
JatengOnline – Program tax amnesty atau pengampunan pajak yang digulirkan pemerintah Indonesia membukukan deklarasi harta paling besar di dunia, jauh di atas pencapaian negara-negara lain yang menerapkan program serupa. Bahkan pihak Ditjen Pajak mulai hari ini telah menetapkan status luar biasa seiring membludaknya kedatangan masyarakat yang ingin ikut tax amnesty ke kantor pajak.
Demikian rangkuman pendapat yang disampaikan sejumlah narasumber dalam Seminar Nasional bertema “Mampukah Program Tax Amnesty Mendongkrak Penerimaan Negara” yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia atau KMI bersama Bank Mandiri dan Perum Jamkrindo di Luwansa Hotel jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi memaparkan kelompok masyarakat yang tengah mengantre untuk mengikuti peogram tax amnesty, mulai dari individu, perusahaan, UMKM, termasuk konsultan pajak.
“Saya pikir ini luar biasa karena sudah mau habis periode pertamanya, banyak kelompok masyarakat yang tengah mengantre mulai dari individu, perusahaan, UMKM, bahkan para konsultan pajak. Sebenarnya banyaknya yang mendaftar itu karena ada juga konsultan yang mendaftarkan tax amnesty lebih dari satu berkas,” ucapnya.
Kesempatan sama, Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menuturkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan, total deklarasi dana amnesti pajak mencapai sekitar Rp 2.800 triliun hingga Rabu (28/9) malam pukul 23.00 WIB, terdiri atas deklarasi luar negeri Rp 790,77 triliun dan deklarasi dalam negeri Rp 2.020 triliun.
“Angka itu jauh di atas Italia, Spanyol, Australia, dan negara-negara lain yang menerapkan amnesti pajak,” katanya.
Menurut dia program amnesti pajak Italia pada 2009 hanya mampu mengungkap harta deklarasi Rp 1.179 triliun, begitupun Chili pada 2015 hanya Rp 263 triliun.
“Sedangkan Spanyol pada 2012 hanya Rp 202 triliun, Afrika Selatan pada 2003 sebesar Rp 115 triliun, disusul Australia pada 2014 senilai Rp 66 triliun, dan Irlandia pada 1993 sebesar Rp 26 triliun,” tuturnya.
Menurut Yustinus dengan pencapaian sekitar Rp 2.800 triliun itu, deklarasi dana amnesti pajak sudah 70% dari target Rp 4.000 triliun sampai berakhirnya program amnesti pajak pada Maret 2017. Adapun dana repatriasi mencapai Rp 142,29 triliun atau 14,22% dari target Rp 1.000 triliun.
Data DJP juga menyebutkan, dana tebusan surat setoran pajak (SSP) sudah mencapai Rp 84,6 triliun hingga Rabu (28/9) malam pukul 23.00 WIB. Angka itu setara 51,3% dari target tahun ini sebesar Rp 165 triliun dan hampir dua kali lipat dari estimasi Ditjen Pajak senilai Rp 45 triliun.
Sedangkan dana tebusan berdasarkan surat pernyataan harta (SPH) mencapai Rp 64,7 triliun atau 39,2% dari target. Dana tebusan berdasarkan SSP senilai Rp 84,6 triliun meliputi pembayaran tebusan Rp 81,2 triliun, pembayaran bukti permulaan (bukper) Rp 334 miliar, dan pembayaran tunggakan Rp 3,06 triliun.
“Dana tebusan berdasarkan SPH sebesar Rp 64,7 triliun terdiri atas badan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Rp 85,62 miliar, badan non-UMKM Rp 6,13 triliun, orang pribadi (OP) non-UMKM Rp 56,41 triliun, dan OP UMKM Rp 2,04 triliun,” tambanya.
Yustinus Prastowo mengakui, meski target deklarasi harta kemungkinan besar tercapai, pemerintah tidak boleh lupa terhadap realisasi repatriasi umodal yang masih minim. “Jadi, harus fokus ke sana,” tandas dia. - thejak
Tidak ada komentar