Fraksi Gerindra DPRD Sukoharjo Walk Out !
Anggaran Gedung Setda Membengkak Jadi Rp 94,9 M
SEPUTARJATENG, SUKOHARJO – Seluruh anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Sukoharjo, melakukan walk out saat sidang paripurna yang digelar di Gedung DPRD Sukoharjo, Selasa (27/12/2016). Sikap walk out yang dilakukan Fraksi Partai Gerindra pimpinan Yoshua Sindhu Riyanto tersebut disebabkan karena Fraksi ini tidak menyetujui penambahan anggaran pembangunan gedung Setda Sukoharjo dari Rp 70 miliar menjadi Rp 94,9 Miliar.
“Ini sikap politik dari Fraksi Gerindra, kami tidak ingin mencederai rakyat dengan menyetujui hal yang menurut kami bertentangan dengan aturan. Karena penambahan anggaran yang diminta oleh eksekutif dan permintaan perubahan pembangunan dengan tahun jamak, menurut kami itu menyalahi aturan dan Perda APBD 2017,” tandas Yoshua Sindu Riyanto, Ketua Fraksi Partai Gerindra, usai sidang paripurna kemarin.
Dijelaskan Yoshua, dalam hal ini ada dua penjelasan, yakni mengapa Fraksi Gerindra menolak dan mengapa Fraksi Gerindra walk out paripurna. Untuk penjelasan menolak, ada sejumlah poin yang menjadi alasan, yakni soal pembangunan gedung setda yang sudah disepakati dalam KUA PPAS dan ditandatangani pada 5 Oktober 2016 silam dengan nilai Rp 70 miliar.
SEPUTARJATENG, SUKOHARJO – Seluruh anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Sukoharjo, melakukan walk out saat sidang paripurna yang digelar di Gedung DPRD Sukoharjo, Selasa (27/12/2016). Sikap walk out yang dilakukan Fraksi Partai Gerindra pimpinan Yoshua Sindhu Riyanto tersebut disebabkan karena Fraksi ini tidak menyetujui penambahan anggaran pembangunan gedung Setda Sukoharjo dari Rp 70 miliar menjadi Rp 94,9 Miliar.
“Ini sikap politik dari Fraksi Gerindra, kami tidak ingin mencederai rakyat dengan menyetujui hal yang menurut kami bertentangan dengan aturan. Karena penambahan anggaran yang diminta oleh eksekutif dan permintaan perubahan pembangunan dengan tahun jamak, menurut kami itu menyalahi aturan dan Perda APBD 2017,” tandas Yoshua Sindu Riyanto, Ketua Fraksi Partai Gerindra, usai sidang paripurna kemarin.
Dijelaskan Yoshua, dalam hal ini ada dua penjelasan, yakni mengapa Fraksi Gerindra menolak dan mengapa Fraksi Gerindra walk out paripurna. Untuk penjelasan menolak, ada sejumlah poin yang menjadi alasan, yakni soal pembangunan gedung setda yang sudah disepakati dalam KUA PPAS dan ditandatangani pada 5 Oktober 2016 silam dengan nilai Rp 70 miliar.
Namun ternyata ada susulan perubahan anggaran pada tanggal 22 Desember 2016 berdasar surat Bupati Sukoharjo nomor 900/6732/2016 tentang mohon persetujuan pelaksanaan kegiatan tahun jamak, didalamnya memuat nilai pembangunan gedung setda senilai Rp 94,9 miliar yang diperkirakan tidak selesai dalam satu tahun hingga memohon pelaksanaan tahun jamak. Dengan rencana penganggaran tahun anggaran 2017 sebesar Rp 21,760 miliar dan tahun anggaran 2018 sebesar Rp 73,140 miliar.
“Jelas disini sudah menyalahi aturan. Pada penantanganan persetujuan bersama RAPBD 2017 pada tanggal 1 November 2016 didalamnya memuat sesuai klausul dalam KUA PPAS soal anggaran gedung setda sebesar Rp 70 miliar pada tahun tunggal. Tapi lalu muncul surat permohonan bupati soal penambahan anggaran Rp 24,9 miliar pada tanggal 22 Desember 2016. Yang diambilkan dari dana cadangan tak terduga, bagaimana kekuatan hukumnya? Lalu alasan membengkaknya anggaran karena terjadi kesalahan hitung DED, bagaimana bisa? Selisihnya 24,9 miliar itu tidak sedikit. Dan kami tidak melihat adanya urgensitas penambahan anggaran dengan menggeser dana dari dana cadangan untuk kedaruratan, dengan melalui proses mendahului anggaran, apalagi dana itu nantinya baru akan digunakan pada tahun 2018.” Tandas Yoshua, didampingi Eka Sapta Nugraha, wakil ketua DPRD Sukoharjod ari Fraksi Gerindra.
Sedangkan untuk alasan walk out, Yoshua mengatakan sebagai bentuk sikap politik juga saat dalam paripurna, Fraksi Gerindra tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan alasan mengapa melakukan penolakan untuk menandatangani dua perubahan tersebut, yakni penambahan anggaran dan perubahan menjadi tahun jamak.
Dengan tidak ikutnya Fraksi Gerindra menyetujui penambahan anggaran, perubahan tahun jamak dan pergeseran dana tak terduga untuk ‘nomboki’ kekurangan pembangunan gedung Setda, Fraksi berlambang Garuda ini mengaku tidak ikut bertanggungjawab bilamana terjadi kesalahan. “Kami akan terus memantau dan melaksanakan fungsi kami sebagai pengawas anggaran yang sesuai aturan dan pro dengan rakyat,” tandas Eka Sapta Nugraha.
Pada kesempatan berbeda, ditemui di Gedung DPRD Sukoharjo juga, Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya mengaku menyayangkan sikap politik Partai Gerindra yang sepertinya tidak mendukung program pemerintah.
“Semua yang dilakukan eksekutif sudah melalui proses yang benar, soal penambahan biaya kalau memang ada kesalahan hitung dan harus ditambah mau bagaimana lagi. Apalagi kita sudah melakukan konsultasi dengan BPK dan tidak masalah,” tandas Wardoyo Wijaya saat memberikan keterangan pada media didampingi Ketua DPRD Sukoharjo Nurjayanto dan dua wakil ketua yakni Sunoto (PAN) dan Giyarto (Golkar), minus Eka Sapta wakil dari Gerindra yang menolak.
Ketua DPRD Sukoharjo Nurjayanto menyatakan tidak masalah dengan sikap politik Partai Gerindra, karena tanpa persetujuan Gerindra program jalan terus dan sah karena memenuhi qorum. “DPRD Sukoharjo sudah menyetujui meski tanpa Gerindra, dan proyek jalan terus,” tandas Nurjayanto. (jia)
“Jelas disini sudah menyalahi aturan. Pada penantanganan persetujuan bersama RAPBD 2017 pada tanggal 1 November 2016 didalamnya memuat sesuai klausul dalam KUA PPAS soal anggaran gedung setda sebesar Rp 70 miliar pada tahun tunggal. Tapi lalu muncul surat permohonan bupati soal penambahan anggaran Rp 24,9 miliar pada tanggal 22 Desember 2016. Yang diambilkan dari dana cadangan tak terduga, bagaimana kekuatan hukumnya? Lalu alasan membengkaknya anggaran karena terjadi kesalahan hitung DED, bagaimana bisa? Selisihnya 24,9 miliar itu tidak sedikit. Dan kami tidak melihat adanya urgensitas penambahan anggaran dengan menggeser dana dari dana cadangan untuk kedaruratan, dengan melalui proses mendahului anggaran, apalagi dana itu nantinya baru akan digunakan pada tahun 2018.” Tandas Yoshua, didampingi Eka Sapta Nugraha, wakil ketua DPRD Sukoharjod ari Fraksi Gerindra.
Sedangkan untuk alasan walk out, Yoshua mengatakan sebagai bentuk sikap politik juga saat dalam paripurna, Fraksi Gerindra tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan alasan mengapa melakukan penolakan untuk menandatangani dua perubahan tersebut, yakni penambahan anggaran dan perubahan menjadi tahun jamak.
Dengan tidak ikutnya Fraksi Gerindra menyetujui penambahan anggaran, perubahan tahun jamak dan pergeseran dana tak terduga untuk ‘nomboki’ kekurangan pembangunan gedung Setda, Fraksi berlambang Garuda ini mengaku tidak ikut bertanggungjawab bilamana terjadi kesalahan. “Kami akan terus memantau dan melaksanakan fungsi kami sebagai pengawas anggaran yang sesuai aturan dan pro dengan rakyat,” tandas Eka Sapta Nugraha.
Pada kesempatan berbeda, ditemui di Gedung DPRD Sukoharjo juga, Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya mengaku menyayangkan sikap politik Partai Gerindra yang sepertinya tidak mendukung program pemerintah.
“Semua yang dilakukan eksekutif sudah melalui proses yang benar, soal penambahan biaya kalau memang ada kesalahan hitung dan harus ditambah mau bagaimana lagi. Apalagi kita sudah melakukan konsultasi dengan BPK dan tidak masalah,” tandas Wardoyo Wijaya saat memberikan keterangan pada media didampingi Ketua DPRD Sukoharjo Nurjayanto dan dua wakil ketua yakni Sunoto (PAN) dan Giyarto (Golkar), minus Eka Sapta wakil dari Gerindra yang menolak.
Ketua DPRD Sukoharjo Nurjayanto menyatakan tidak masalah dengan sikap politik Partai Gerindra, karena tanpa persetujuan Gerindra program jalan terus dan sah karena memenuhi qorum. “DPRD Sukoharjo sudah menyetujui meski tanpa Gerindra, dan proyek jalan terus,” tandas Nurjayanto. (jia)
Tidak ada komentar